Kosmopolitan.id, Samarinda – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda kembali mendapat sorotan terkait pembangunan sekolah terpadu bertaraf internasional yang berlokasi di bekas gedung SMP Negeri 16, Jalan Jakarta, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang.
Meski digadang-gadang menjadi simbol kemajuan pendidikan, sekolah ini justru menuai kritik dari legislatif.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar menilai konsep sekolah unggulan semacam itu bisa memicu kesenjangan sosial baru di tengah masyarakat.
“Tidak perlu lagi ada istilah sekolah unggulan. Idealnya semua sekolah itu unggulan. Yang membedakan hanya lokasi, bukan kualitas. Pemerintah tugasnya menyiapkan semua sekolah dengan standar yang sama,” tegas politisi PDIP itu.
Sekolah terpadu ini dibangun mencakup jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Fasilitasnya modern dan mengadopsi kurikulum internasional. Namun Anhar menilai keberadaan sekolah semacam itu justru bertolak belakang dengan semangat pemerataan akses pendidikan yang seharusnya diutamakan pemerintah.
“Saya juga melihat sekolah terpadu itu hakikatnya apa. Sekarang ini jenis pendidikan di Indonesia sudah terlalu banyak. Makin lama malah makin membingungkan masyarakat,” kritiknya.
Ia juga mempertanyakan urgensi dibentuknya Tim Pengawasan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) oleh Pemkot. Menurutnya, pengawasan seharusnya diprioritaskan untuk proyek-proyek strategis bernilai besar.
“Untuk apa juga penerimaan siswa baru dibuatkan tim pengawasan? Yang lebih butuh pengawasan itu proyek-proyek besar seperti terowongan,” ucapnya.
Anhar berharap, Samarinda sebagai ibu kota provinsi bisa menjadi barometer pendidikan yang inklusif dan merata.
“Semua masyarakat berhak mendapat akses pendidikan yang sama, berkualitas, dan setara,” pungkasnya. (ADV/DPRD/SAMARINDA)