Kosmopolitan.id, Samarinda — Di tengah harapan besar masyarakat terhadap program Gratis Pol yang dijanjikan Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud dan Wakilnya Seno Aji dalam 100 hari kerja, muncul berbagai kritik terhadap implementasinya. Program yang menjanjikan beasiswa kuliah dari jenjang S1 hingga S3 ini ternyata memiliki keterbatasan, salah satunya soal batasan usia penerima.
Anggota DPD Perwakilan Kaltim Aji Mirni Mawarni menilai bahwa pembatasan usia ini mengabaikan realitas di lapangan. Menurutnya, banyak masyarakat di daerah pelosok yang belum menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, padahal hak mendapatkan pendidikan hingga 12 tahun sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Sudah lebih dari dua dekade undang-undang itu berlaku, tapi kenyataannya masih banyak anak di desa yang hanya lulusan SMP. Ini yang seharusnya menjadi perhatian utama,” ujarnya.
Ia menyoroti ketimpangan dalam sistem pendidikan Kaltim yang masih menghadapi tantangan besar, seperti keterbatasan bangunan SMA di berbagai kabupaten/kota. Padahal, sumber daya alam (SDA) Kaltim terus dieksploitasi, tetapi hasilnya dinilai belum berdampak signifikan pada pemerataan pendidikan.
“Bagaimana masyarakat bisa mengurangi ketergantungan pada subsidi kalau pendidikan dasarnya saja tidak dipenuhi? Peningkatan akses pendidikan seharusnya dimulai dari jenjang yang paling mendasar,” tegasnya.
Aji Mirni pun mendorong agar pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan sekolah menengah sebelum menggelontorkan program beasiswa kuliah. Salah satu solusi yang ia usulkan adalah sekolah rakyat berasrama yang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Meski program ini masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Sosial, ia berharap bisa menjadi jawaban bagi daerah-daerah yang minim fasilitas SMA.
“Kalau targetnya SMA, semoga ini bisa menjadi solusi bagi pemerataan pendidikan, terutama di kawasan pelosok Kaltim,” pungkasnya. (Redaksi)